Iklan

Iklan

Taksonomi SOLO Modal Guru Mengajar

DPP ASTINA
31/07/2025, 22:52 WIB Last Updated 2025-07-31T16:22:23Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

 

Taksonomy SOLO

Pemahaman Mendalam: Panduan Guru Mengoptimalkan Pembelajaran dengan Taksonomi SOLO untuk Kurikulum Nasional


 

Abstrak

Makalah ini membahas pentingnya Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome) sebagai kerangka kerja efektif bagi guru dalam merancang strategi pembelajaran yang memfasilitasi pembelajaran mendalam (deep learning), sejalan dengan tuntutan kurikulum nasional yang berorientasi pada pemahaman komprehensif. Taksonomi SOLO menawarkan hierarki yang jelas untuk mengklasifikasikan kualitas hasil belajar siswa, mulai dari tingkat pra-struktural hingga abstrak luas. Melalui pembahasan detail setiap tingkatan SOLO, makalah ini menyajikan strategi pengajaran konkret, contoh implementasi, serta panduan untuk merumuskan pertanyaan dan melakukan asesmen yang mendorong siswa mencapai kedalaman pemahaman. Dengan demikian, guru diharapkan dapat secara sistematis membimbing siswa dari pemahaman permukaan menuju pemikiran kritis dan kemampuan transfer pengetahuan, memastikan relevansi pendidikan di era modern.


 

1. Pendahuluan

 

1.1 Latar Belakang

Dalam lanskap pendidikan global saat ini, tujuan pembelajaran telah berevolusi secara signifikan. Jika dahulu penekanan utama adalah pada akumulasi dan reproduksi fakta, kini fokus bergeser pada pembentukan pemahaman yang mendalam, pengembangan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dalam berbagai konteks nyata (Fullan & Langworthy, 2014). Pergeseran ini secara eksplisit terwujud dalam kurikulum nasional di Indonesia yang mulai mengadopsi pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning). Pendekatan ini secara aktif mendorong siswa untuk tidak hanya mengumpulkan informasi, tetapi juga untuk mengintegrasikan ide-ide, menghubungkan konsep-konsep secara komprehensif, dan menggeneralisasi pemahaman mereka ke situasi atau masalah baru (Biggs & Tang, 2011).

 

Namun, implementasi pembelajaran mendalam di kelas seringkali menghadapi tantangan. Salah satu hambatan utama adalah bagaimana guru dapat secara efektif merancang pengalaman belajar yang mendorong pemahaman mendalam dan, pada saat yang sama, bagaimana menilai kualitas pemahaman siswa secara akurat. Seringkali, praktik pembelajaran masih terjebak pada tingkat permukaan (surface learning), di mana siswa cenderung menghafal informasi demi tujuan ujian tanpa benar-benar mencerna makna atau relevansinya (Biggs, 2003). Untuk menjembatani kesenjangan antara tujuan kurikulum dan praktik di kelas, diperlukan kerangka kerja yang jelas dan praktis bagi guru.

 

Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome), yang dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis (Biggs & Collis, 1982), hadir sebagai solusi yang sangat relevan dan aplikatif. Taksonomi ini menyediakan hierarki yang sistematis untuk mengklasifikasikan kualitas hasil belajar siswa, mulai dari pemahaman yang sangat terbatas hingga pemahaman yang luas dan mampu menggeneralisasi. Dengan memanfaatkan Taksonomi SOLO, guru dapat secara presisi mengidentifikasi tingkat pemahaman siswa saat ini dan merancang strategi pengajaran, pertanyaan, serta bentuk asesmen yang secara bertahap menantang mereka untuk bergerak ke tingkat pemahaman yang lebih dalam. Penerapan Taksonomi SOLO dalam praktik mengajar memungkinkan guru untuk secara sadar memfasilitasi "deep learning" dan memastikan keberhasilan siswa di setiap tingkatan pemahaman, menjadikannya alat esensial dalam era pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan pemahaman holistik.

 

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana Taksonomi SOLO dapat digunakan sebagai kerangka kerja yang efektif bagi guru untuk merancang strategi pembelajaran yang memfasilitasi pembelajaran mendalam (deep learning) sesuai dengan tuntutan kurikulum nasional?

  2. Bagaimana guru dapat mengimplementasikan strategi pengajaran yang spesifik untuk setiap tingkatan Taksonomi SOLO (Pra-struktural, Uni-struktural, Multi-struktural, Relasional, dan Abstrak Luas) guna memastikan keberhasilan dan peningkatan kualitas pemahaman siswa?

  3. Bagaimana pendekatan Taksonomi SOLO dapat membantu guru dalam melakukan asesmen formatif dan sumatif yang akurat untuk mengukur kedalaman pemahaman siswa dan memberikan umpan balik yang konstruktif untuk perkembangan mereka?


 

2. Tinjauan Pustaka

 

2.1 Konsep Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)

Pembelajaran mendalam (deep learning) didefinisikan sebagai pendekatan pembelajaran di mana siswa berusaha untuk memahami makna materi secara komprehensif, mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada, dan mampu menerapkan konsep tersebut dalam berbagai konteks (Marton & Säljö, 1976). Berbeda dengan pembelajaran permukaan (surface learning) yang hanya berfokus pada penghafalan fakta tanpa pemahaman, deep learning melibatkan pemrosesan informasi secara aktif, analisis kritis, sintesis, dan evaluasi. Proses ini mengarah pada pemahaman yang lebih tahan lama dan kemampuan transfer yang lebih baik (Biggs & Tang, 2011).

 

2.2 Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome)

Taksonomi SOLO adalah model hierarki yang dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis pada tahun 1982 untuk mengklasifikasikan kualitas hasil belajar siswa (Biggs & Collis, 1982). SOLO mengidentifikasi lima tingkatan pemahaman yang berbeda, yang menggambarkan kompleksitas dan kualitas respons siswa terhadap suatu tugas:

  • Pra-struktural (Pre-structural): Siswa menunjukkan ketidakpahaman atau memberikan respons yang tidak relevan. Tidak ada konsep yang terhubung atau relevan.

  • Uni-struktural (Uni-structural): Siswa dapat mengidentifikasi satu aspek atau ide yang relevan. Mereka fokus pada satu bagian informasi tanpa menghubungkannya dengan yang lain.

  • Multi-struktural (Multi-structural): Siswa dapat mengidentifikasi beberapa aspek atau ide yang relevan, tetapi belum mampu mengintegrasikan atau melihat hubungan antar ide tersebut. Respons bersifat daftar atau rangkaian informasi terpisah.

  • Relasional (Relational): Siswa dapat mengintegrasikan beberapa aspek atau ide yang relevan dan melihat hubungan antar ide tersebut. Mereka dapat menjelaskan sebab-akibat, membandingkan, dan mengkontraskan, menunjukkan pemahaman yang koheren.

  • Abstrak Luas (Extended Abstract): Siswa dapat menggeneralisasi pemahaman mereka ke konteks baru, membuat hipotesis, atau merumuskan prinsip-prinsip umum. Mereka melampaui informasi yang diberikan dan menunjukkan pemikiran kreatif serta kemampuan transfer.

 

Taksonomi SOLO berbeda dari taksonomi lain, seperti Taksonomi Bloom, karena fokusnya pada kualitas keluaran belajar yang diobservasi, bukan pada proses mental yang terlibat (Biggs, 1999). Ini membuatnya sangat praktis untuk digunakan dalam perancangan tugas, pertanyaan, dan asesmen.

 

2.3 Kurikulum Nasional dan Pembelajaran Mendalam

Kurikulum nasional yang berlaku saat ini secara eksplisit mengadvokasi pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi dan pemahaman yang mendalam. Tujuannya adalah untuk mengembangkan peserta didik yang tidak hanya menguasai pengetahuan faktual, tetapi juga mampu berpikir kritis, memecahkan masalah, berinovasi, dan beradaptasi (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020). Pembelajaran mendalam menjadi pondasi untuk mencapai tujuan ini, karena mendorong siswa untuk membangun koneksi antar disiplin ilmu dan menerapkan pembelajaran dalam kehidupan nyata, melampaui batasan ruang kelas. Penerapan Taksonomi SOLO menjadi relevan untuk mendukung kurikulum ini karena ia menyediakan alat yang jelas bagi guru untuk membimbing dan menilai proses deep learning siswa.


 

3. Strategi Pembelajaran Guru dengan Taksonomi SOLO

Penerapan Taksonomi SOLO dalam praktik mengajar memungkinkan guru untuk secara sistematis memfasilitasi pergerakan siswa dari pemahaman permukaan ke pemahaman mendalam. Berikut adalah strategi pengajaran yang disesuaikan untuk setiap tingkat SOLO, dilengkapi dengan contoh detail.

 

3.1 Tingkat Pra-struktural (Pre-structural)

Pada tingkat ini, siswa memiliki pemahaman yang sangat minim atau salah tentang topik yang diajarkan.

  • Karakteristik Siswa: Menunjukkan kebingungan, memberikan jawaban yang tidak relevan, atau tidak dapat merespons pertanyaan dasar.

  • Tujuan Guru: Membangun fondasi pengetahuan dasar dan mengoreksi miskonsepsi awal.

 

Strategi Pengajaran:

  • Pengenalan Konsep Dasar: Mulai dengan konsep yang paling sederhana dan fundamental. Gunakan bahasa yang jelas dan tidak ambigu.

  • Aktivitas Pra-pembelajaran: Gunakan metode seperti kuis singkat (pre-test), diskusi awal, atau permintaan untuk membuat peta konsep dari pengetahuan awal untuk mengidentifikasi miskonsepsi atau kurangnya pengetahuan dasar.

  • Visualisasi dan Contoh Konkret: Manfaatkan gambar, video, model fisik, atau analogi sederhana yang relevan dengan pengalaman siswa untuk menjelaskan konsep abstrak.

  • Perbaikan Miskonsepsi: Secara aktif mencari dan mengoreksi miskonsepsi yang mungkin dimiliki siswa melalui klarifikasi langsung dan contoh yang benar.

 

Contoh:

  • Materi: Proses Fotosintesis pada Tumbuhan.

  • Siswa Pra-struktural: Mungkin menyatakan, "Tumbuhan makan tanah," atau "Saya tidak tahu bagaimana tumbuhan mendapatkan makanan."

  • Strategi Guru:

    • Memperlihatkan gambar tumbuhan sehat dan bertanya, "Menurut kalian, bagaimana tumbuhan ini bisa tumbuh besar dan hijau?"

    • Memutar video animasi sangat sederhana tentang fotosintesis yang menjelaskan bahan dasar (air, karbon dioksida, cahaya) dan hasilnya (gula sebagai makanan, oksigen sebagai produk sampingan) secara visual dan narasi yang mudah dicerna.

    • Melakukan percobaan sederhana menanam biji di dua kondisi berbeda (cahaya vs. gelap) dan mengamati pertumbuhannya untuk menunjukkan pentingnya cahaya.

    • Menjelaskan bahwa, tidak seperti manusia yang makan makanan dari luar, tumbuhan punya "dapur" sendiri untuk membuat makanannya.

 

3.2 Tingkat Uni-struktural (Uni-structural)

Siswa dapat mengidentifikasi satu fakta atau ide kunci yang relevan, tetapi belum mampu menghubungkannya dengan konsep lain.

  • Karakteristik Siswa: Mampu mengingat satu istilah, menyebutkan satu contoh, atau menjawab pertanyaan yang hanya menuntut satu poin informasi.

  • Tujuan Guru: Membantu siswa mengidentifikasi lebih banyak fakta atau ide yang relevan dan akurat.

 

Strategi Pengajaran:

  • Pertanyaan Langsung dan Spesifik: Ajukan pertanyaan yang menuntut satu jawaban spesifik atau identifikasi satu elemen kunci.

  • Daftar Istilah Kunci: Minta siswa untuk mengidentifikasi dan membuat daftar istilah penting atau fakta-fakta kunci dari materi.

  • Flashcards atau Kuis Singkat: Gunakan alat bantu memori atau kuis formatif yang fokus pada pengenalan informasi tunggal.

  • Identifikasi Komponen: Minta siswa untuk mengidentifikasi bagian-bagian dari suatu sistem atau proses secara individual.

 

Contoh:

  • Materi: Fotosintesis pada Tumbuhan.

  • Siswa Uni-struktural: Dapat menjawab, "Fotosintesis membutuhkan cahaya matahari," atau "Tumbuhan menghasilkan oksigen."

  • Strategi Guru:

    • Pertanyaan: "Sebutkan satu hal yang mutlak dibutuhkan tumbuhan untuk melakukan fotosintesis." (Jawaban: Cahaya matahari / air / karbon dioksida).

    • Aktivitas: "Dari teks ini, buatlah daftar tiga bahan utama yang dibutuhkan tumbuhan untuk fotosintesis."

    • Penugasan: "Apa salah satu produk yang dihasilkan dari fotosintesis?" (Jawaban: Oksigen / gula).

 

3.3 Tingkat Multi-struktural (Multi-structural)

Siswa dapat mengidentifikasi beberapa fakta atau ide yang relevan, tetapi belum melihat hubungan atau keterkaitan antar ide tersebut.

  • Karakteristik Siswa: Mampu membuat daftar beberapa poin, memberikan beberapa contoh, tetapi kesulitan menjelaskan bagaimana poin-poin tersebut saling terkait atau membentuk gambaran yang lebih besar.

  • Tujuan Guru: Mendorong siswa untuk mengumpulkan lebih banyak informasi, melihat berbagai aspek, dan mulai mengorganisir informasi.

 

Strategi Pengajaran:

  • Brainstorming: Minta siswa untuk mencatat semua yang mereka ketahui atau ingat tentang suatu topik tanpa perlu mengorganisirnya terlebih dahulu.

  • Daftar Berpoin (Bullet Points): Minta siswa untuk membuat daftar beberapa fakta, karakteristik, atau langkah-langkah dalam suatu proses.

  • Peta Pikiran Sederhana: Minta siswa untuk membuat peta pikiran yang mencantumkan beberapa ide inti dan sub-ide tanpa terlalu fokus pada koneksi hierarkis yang mendalam.

  • Pertanyaan "Apa lagi?": Terus dorong siswa untuk memberikan lebih banyak informasi, detail, atau contoh yang berbeda.

 

Contoh:

  • Materi: Fotosintesis pada Tumbuhan.

  • Siswa Multi-struktural: Dapat menyatakan, "Fotosintesis membutuhkan cahaya matahari, air, dan karbon dioksida. Hasilnya adalah oksigen dan gula." (Namun, tidak dapat menjelaskan bagaimana karbon dioksida dan air diubah menjadi gula secara rinci).

  • Strategi Guru:

    • Pertanyaan: "Sebutkan semua bahan yang dibutuhkan tumbuhan untuk fotosintesis dan semua produk yang dihasilkannya. Jelaskan masing-masing secara singkat."

    • Aktivitas: "Buatlah daftar semua faktor (misalnya, intensitas cahaya, ketersediaan air, suhu) yang menurut Anda dapat mempengaruhi laju fotosintesis."

    • Penugasan: "Tuliskan beberapa kalimat tentang apa itu fotosintesis, termasuk setidaknya tiga bahan yang dibutuhkan dan dua produk yang dihasilkan."

 

3.4 Tingkat Relasional (Relational)

Siswa dapat mengintegrasikan beberapa ide dan melihat hubungan antar ide tersebut. Mereka mampu menjelaskan sebab-akibat, membandingkan, atau mengkontraskan, menunjukkan pemahaman yang koheren.

  • Karakteristik Siswa: Mampu menjelaskan "mengapa" dan "bagaimana" sesuatu terjadi, menunjukkan koneksi antara bagian-bagian informasi, dan merangkum konsep secara logis.

  • Tujuan Guru: Membantu siswa melihat hubungan, pola, struktur, dan makna yang lebih dalam dalam informasi.

 

Strategi Pengajaran:

  • Pertanyaan "Mengapa?" dan "Bagaimana?": Ajukan pertanyaan yang menuntut penjelasan hubungan sebab-akibat, proses, atau alasan di balik suatu fenomena.

  • Diagram Alir atau Peta Konsep Lanjutan: Minta siswa untuk membuat diagram yang menunjukkan hubungan sebab-akibat, langkah-langkah proses, atau hierarki konsep yang terintegrasi.

  • Diskusi Kelompok Mendalam: Dorong siswa untuk berdiskusi dan saling menjelaskan hubungan antar konsep, membandingkan sudut pandang, dan mengidentifikasi pola.

  • Studi Kasus: Berikan skenario nyata atau kompleks dan minta siswa untuk menganalisis hubungan antar elemen di dalamnya.

  • Membandingkan dan Mengkontraskan: Minta siswa untuk menemukan persamaan dan perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih konsep/fenomena, dan menjelaskan implikasinya.

 

Contoh:

  • Materi: Fotosintesis pada Tumbuhan.

  • Siswa Relasional: Dapat menjelaskan, "Fotosintesis adalah proses vital di mana tumbuhan menggunakan energi cahaya matahari untuk mengubah karbon dioksida dari udara dan air dari tanah menjadi glukosa (makanan) dan oksigen. Klorofil dalam daun menangkap energi cahaya, karbon dioksida masuk melalui stomata, dan air diserap oleh akar. Glukosa digunakan oleh tumbuhan untuk pertumbuhan dan energi, sementara oksigen dilepaskan ke atmosfer, yang penting bagi pernapasan makhluk hidup lain."

  • Strategi Guru:

    • Pertanyaan: "Jelaskan secara detail bagaimana energi cahaya matahari diubah dan disimpan dalam bentuk gula selama fotosintesis, dan mengapa proses ini penting bagi seluruh ekosistem."

    • Aktivitas: "Buatlah diagram alir yang secara komprehensif menggambarkan seluruh proses fotosintesis, dari penyerapan bahan hingga produksi hasil, dan tunjukkan di mana setiap komponen terlibat."

    • Penugasan: "Bandingkan dan kontraskan proses fotosintesis dengan respirasi seluler pada tumbuhan, jelaskan bagaimana keduanya saling terkait dalam siklus energi."

 

3.5 Tingkat Abstrak Luas (Extended Abstract)

Siswa dapat menggeneralisasi pemahaman mereka ke konteks baru, membuat hipotesis, memprediksi, dan menunjukkan pemikiran kreatif yang melampaui informasi yang diberikan.

  • Karakteristik Siswa: Mampu menerapkan pengetahuan ke situasi yang belum pernah ditemui, merumuskan ide-ide baru, mendesain eksperimen, dan mengintegrasikan konsep dari berbagai bidang.

  • Tujuan Guru: Mendorong pemikiran kritis tingkat tinggi, kreativitas, inovasi, dan kemampuan transfer pengetahuan ke domain yang lebih luas.

 

Strategi Pengajaran:

  • Proyek Penelitian atau Desain Eksperimen: Minta siswa untuk merancang dan (jika memungkinkan) melaksanakan proyek penelitian atau eksperimen untuk menguji hipotesis mereka.

  • Skenario Hipotetis "Bagaimana Jika": Berikan skenario "bagaimana jika" yang menantang dan minta siswa untuk memprediksi hasilnya, menjelaskan alasannya, dan mengusulkan solusi.

  • Debat atau Diskusi Mendalam: Dorong siswa untuk berargumen, mempertahankan sudut pandang mereka, atau memecahkan dilema kompleks berdasarkan pemahaman yang mendalam dan kemampuan untuk melihat gambaran besar.

  • Pemecahan Masalah Kompleks: Berikan masalah multidisiplin atau masalah dunia nyata yang membutuhkan pemikiran out-of-the-box dan penerapan konsep dari berbagai bidang ilmu.

  • Inovasi dan Kreasi: Minta siswa untuk mengembangkan model, teori, atau solusi baru berdasarkan pemahaman mereka tentang materi.

 

Contoh:

  • Materi: Fotosintesis pada Tumbuhan.

  • Siswa Abstrak Luas: Dapat merumuskan hipotesis tentang bagaimana perubahan iklim (peningkatan CO2 dan suhu) dapat mempengaruhi laju fotosintesis global dan dampaknya pada produksi pangan, kemudian merancang sebuah eksperimen untuk mengujinya. Atau, mereka dapat mengusulkan inovasi teknologi berbasis fotosintesis untuk mengatasi kelangkaan pangan.

  • Strategi Guru:

    • Pertanyaan: "Dengan mempertimbangkan perubahan iklim dan peningkatan populasi, bagaimana pengetahuan kita tentang fotosintesis dapat diterapkan untuk mengembangkan sumber pangan berkelanjutan di lingkungan ekstrem (misalnya, di gurun atau di luar angkasa)?"

    • Aktivitas: "Desainlah sebuah eksperimen yang akan Anda lakukan di laboratorium untuk menguji hipotesis bahwa polusi udara jenis tertentu (misalnya, ozon tingkat tinggi) dapat menghambat efisiensi fotosintesis pada tanaman pangan tertentu. Jelaskan variabel, metode, dan bagaimana Anda akan mengukur hasilnya."

    • Penugasan: "Bagaimana prinsip-prinsip fotosintesis dapat menginspirasi desain teknologi energi terbarukan baru atau sistem pendukung kehidupan dalam habitat buatan manusia?"


 

4. Implementasi Umum Taksonomi SOLO dalam Pengajaran dan Asesmen

Penerapan Taksonomi SOLO bukan hanya pada perancangan strategi spesifik per tingkat, tetapi juga pada bagaimana guru merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran secara keseluruhan.

 

4.1 Desain Pembelajaran Progresif

Guru harus merancang unit pembelajaran dengan tujuan yang secara bertahap menantang siswa untuk bergerak melalui tingkat SOLO. Setiap sesi dapat dimulai dengan pertanyaan yang menguji pemahaman uni-struktural, kemudian bergerak ke multi-struktural, dan seterusnya.

  • Mulai dari yang Sederhana: Pastikan konsep dasar dan fakta-fakta kunci diajarkan terlebih dahulu (tingkat Uni-struktural dan Multi-struktural) untuk membangun fondasi yang kuat bagi semua siswa.

  • Progresi Berjenjang: Secara bertahap tingkatkan kompleksitas tugas dan pertanyaan. Misalnya, setelah siswa dapat menyebutkan bahan fotosintesis, minta mereka menjelaskan bagaimana bahan-bahan itu berinteraksi.

  • Diferensiasi Pembelajaran: Siapkan aktivitas dan pertanyaan yang beragam untuk mengakomodasi siswa di berbagai tingkat pemahaman. Siswa yang sudah mencapai tingkat Relasional mungkin bisa langsung diberikan tugas Abstrak Luas, sementara yang lain masih fokus pada Multi-struktural.

 

4.2 Perumusan Pertanyaan dan Tugas

Penggunaan kata kerja yang tepat sangat krusial dalam merumuskan pertanyaan dan tugas yang selaras dengan Taksonomi SOLO (Hook & Mills, 2011).

  • Uni-struktural: Sebutkan, Identifikasi, Definisikan, Gambarkan (satu aspek).

  • Multi-struktural: Daftar, Jelaskan (beberapa aspek), Ringkas, Klasifikasikan.

  • Relasional: Jelaskan mengapa, Bandingkan dan kontraskan, Analisis, Integrasikan, Hubungkan, Simpulkan.

  • Abstrak Luas: Prediksi, Hipotesis, Desain, Ciptakan, Evaluasi, Generalisasi, Teorisasi.

 

Taksonomy SOLO

4.3 Umpan Balik yang Konstruktif

Umpan balik yang diberikan oleh guru harus spesifik dan berorientasi pada pengembangan, membantu siswa memahami di mana posisi mereka dalam Taksonomi SOLO dan apa langkah selanjutnya yang perlu mereka ambil (Hattie & Timperley, 2007).

  • Contoh umpan balik untuk siswa Multi-struktural: "Kamu sudah bisa menyebutkan beberapa fakta penting tentang fotosintesis, bagus! Sekarang, coba jelaskan bagaimana fakta-fakta itu saling berhubungan satu sama lain, misalnya, bagaimana cahaya membantu karbon dioksida dan air berubah menjadi gula."

  • Contoh umpan balik untuk siswa Relasional: "Penjelasanmu tentang hubungan antara fotosintesis dan rantai makanan sudah sangat baik. Selanjutnya, bisakah kamu memikirkan bagaimana perubahan iklim bisa memengaruhi fotosintesis global dan apa dampaknya pada kita?"

 

4.4 Asesmen Berbasis SOLO

Rancang rubrik penilaian yang secara eksplisit mencerminkan tingkat-tingkat SOLO untuk mengukur kedalaman pemahaman siswa, bukan hanya kuantitas jawaban (Biggs, 1999).

  • Formatif: Gunakan kuis singkat, diskusi kelas, atau pekerjaan rumah mini yang dirancang untuk mengidentifikasi tingkat pemahaman siswa secara real-time.

  • Sumatif: Proyek, esai, presentasi, atau ujian yang mencakup pertanyaan dari berbagai tingkat SOLO, memungkinkan siswa menunjukkan kemampuan mereka dalam mengintegrasikan dan menerapkan pengetahuan.


 

5. Kesimpulan

Penerapan Taksonomi SOLO dalam praktik mengajar menawarkan kerangka kerja yang kuat dan praktis bagi guru untuk memfasilitasi pembelajaran mendalam (deep learning), sejalan dengan tuntutan kurikulum nasional. Dengan memahami dan menerapkan strategi yang disesuaikan untuk setiap tingkatan SOLO—dari Pra-struktural hingga Abstrak Luas—guru dapat secara sistematis membimbing siswa melampaui penghafalan fakta menuju pemahaman yang holistik, kemampuan berpikir kritis, dan inovasi.

Taksonomi SOLO tidak hanya membantu guru merancang pembelajaran yang lebih efektif dan bermakna, tetapi juga memberikan alat yang jelas untuk melakukan asesmen yang akurat terhadap kualitas pemahaman siswa. Dengan demikian, guru dapat memberikan umpan balik yang lebih relevan dan mengarahkan siswa untuk terus mengembangkan kemampuan intelektual mereka. Pada akhirnya, penggunaan Taksonomi SOLO akan menghasilkan lulusan yang tidak hanya berpengetahuan luas, tetapi juga mampu mengaplikasikan, menganalisis, dan menciptakan solusi dalam menghadapi kompleksitas dunia nyata.


 

Daftar Pustaka

Biggs, J. B. (1999). Teaching for Quality Learning at University. Open University Press.

Biggs, J. B. (2003). Teaching for Quality Learning at University (2nd ed.). Open University Press.

Biggs, J. B., & Collis, K. F. (1982). Evaluating the Quality of Learning: The SOLO Taxonomy. Academic Press.

Biggs, J., & Tang, C. (2011). Teaching for Quality Learning at University: What the Student Does (4th ed.). Open University Press.

Fullan, M., & Langworthy, M. (2014). A Rich Seam: How New Pedagogies Find Deep Learning. Pearson.

Hattie, J., & Timperley, H. (2007). The Power of Feedback. Review of Educational Research, 77(1), 81-112.

Hook, P., & Mills, J. (2011). The SOLO Taxonomy: A Guide for Schools. Essential Resources.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Profil Pelajar Pancasila. (Dokumen Kurikulum Nasional).

Marton, F., & Säljö, R. (1976). On Qualitative Differences in Learning: I—Outcome and Process. British Journal of Educational Psychology, 46(1), 4-11.

( Editor : M Kurtubi ) 

Komentar

Tampilkan

Terkini

Tag Terpopuler